Selasa, 26 Oktober 2010

Kiat Menjadi Penerjemah Sukses


Anda Tertarik Dengan (Bidang) Terjemah?
            Safiratul Islam menulis sebuah artikel dengan judul  “Kiat menjadi penerjemah sukses?”. Tulisan tersebut dimuat oleh situs www.imanway.com. Berikut ini kami postingkan di sini untuk para pembaca sekalian, karena artikel ini sangat bermanfaat, terutama bagi mereka yang ingin menjadi seorang penerjemah sukses yang ingin mewujudkan impiannya di masa mendatang. 
Sang penulis memulai tulisannnya dengan ucapan:
“Jika anda tertarik untuk menjadi penerjemah, mungkin anda bisa mengambil langkah-langkah yang singkat padat ini, dimana langkah-langkah ini ditujukan untuk dasar penerjemahan antara bahasa Arab dengan bahasa Inggris. Langkah-langkah ini tidaklah cukup mudah untuk direalisasikan. Namun paling tidak sebagian dari langkah-langkah tersebut harus dipenuhi, setidaknya bagi penerjemah yang sudah kapabel.”
  • Seorang penerjemah harus menguasai kedua bahasa tersebut. Artinya dia telah memiliki kunci-kunci bahasa asal yang akan diterjemahkan dan bahasa tujuan terjemahan. Penguasaan yang dimaksud bukan berarti bahasa tersebut harus bahasa ibu sang penerjemah atau bahasa komunikasinya secara kontinyu dalam kehidupannya sehari-hari di luar negeri. Akan tetapi cukup dengan penguasaannya terhadapa kunci-kunci bahasa tersebut, yang meliputi gaya bahasa dan frase khas yang dimilikinya. Hal itu bisa dicapai dengan belajar, membaca dengan intensif atau dengan (mempraktekkan) metode-metode komunikasi yang lain.
  • Setiap bahasa memiliki karakternya masing-masing. Suatu kata yang sesuai dengan satu bahasa terkadang tidak sesuai dengan bahasa lainnya. Sehingga kita tidak menerjemahkan frase atau gaya bahasa dengan apa adanya, namun menerjemahkan pokok pikiran beserta kandungannya, bukan teks dengan apa adanya.
  • Bacalah naskah, teks atau buku sebelum anda menerjemahkan kalimat per kalimat. Karena arti sebagian kata bisa dipahami dari naskah secara global, atau bisa memiliki arti yang lain yang tidak biasa dengan adanya kalimat tersebut pada naskah tertentu.
  • Tidak boleh menerjemah secara tekstual secara mutlak.
  • Tidak boleh meringkas pembicaraan. Sehingga penerjemah yang sukses ialah yang mentransfer pokok pikiran sekaligus mentransfer gaya bahasa yang khas (maksudnya gaya bahasa dari bahasa tujuan penerjemahan).
  • Menjaga kode etik penerjemahan, meskipun itu berupa cacian atau pemikiran yang bertentangan dengan keyakinan atau kepercayaan penerjemah.
  • Tidak diperkenankan menambah, mengarang, meringkas atau mengubah.
  • Tidak diperkenankan menggunakan bentuk kata plural (jamak) jika kata benda aslinya berbentuk mufrad (tunggal), kecuali pada beberapa kasus yang jarang terjadi.
  • Seharusnya penerjemah tidak mencaci bahasa pertama (bahasa asal) dalam tulisan bahasa tujuan (maksudnya, kita tidak seyogyanya merasa terlena/tenggelam dengan bahasa asal ketika menuliskan naskah terjemahan.
  • Article “the” (dalam bahasa Inggris) tidak bisa disamakan dengan “ال  “ ta’rif dalam bahasa Arab.
  • Memperhatikan bentuk waktu kata kerja dalam kedua bahasa.
  • Boleh menukarkan kata kerja dengan bentuk waktu yang akan datang (mudhari’) dengan yang telah lewat (madhi) dalam bahasa Arab. Terkadang kita bisa menggunakan kata kerja dengan bentuk waktu lampau (fi’il madhi) dengan maksud yang akan datang.
  • Kebanyakan pembicaraan dalam bahasa Inggris berbentuk pasif, sedangkan dalam bahasa Arab sebaliknya. Sehingga dalam bahasa Arab lebih baik menghindari bentuk kalimat pasif, karena kurang disukai
  • Ketika seorang penerjemah merasa bahwa apa yang diterjemahkannya tidak logis/rasional, maka dia harus menyadari kesalahannya. Karena pembicaraan, dalam bahasa manapun, harus logis.
  • Penerjemah harus membaca naskah hasil terjemahannya setelah selesai menerjemah tanpa melihat naskah asli, dan dia harus menjiwai bahasa terjemahan tersebut seakan-akan naskah tersebut ditulis dengan bahasa itu (maksudnya bahasa hasil terjemahan). Hendaknya penerjemah tidak merasa bahwa naskah terjemahannya mirip seratus persen dengan naskah yang tertulis dengan bentuk biasa (seperti halnya sebuah artikel di sebuah majalah misalnya).
Penulis kemudian mengingatkan satu poin penting, yaitu seorang yang peduli dengan kerja dakwah harus memiliki perbendaharaan kosakata linguistik khususnya yang berhubungan dengan agama. Karena setiap bahasa memiliki sejumlah pembagian kosakata. Ada kosakata yang berhubungan dengan ekonomi, politik, agama, ilmiah, sejarah dan lain sebaginya, yang biasanya disebut dalam bahasa Inggris "Jargon”. Pada kesempatan kali ini perhatikanlah dua poin berikut ini:
  • Seorang penerjemah harus memiliki pegangan kamus yang terkait dengan bidang yang diterjemahkannya. Karena kamus bermacam-macam dan bervariasi. Andai saja saya usahakan untuk menyebutkannya mungkin akan membutuhkan berlembar-lembar halaman yang tiada habisnya. Misalnya, kita memiliki kamus fikih yang berisi istilah-istilah keagamaan, seperti “Mu'jamul Fuqaha’”, atau kamus idiom atau perumpamaan, dan lain sebagainya yang jumlahnya sangat banyak.
  • Terkadang penerjemah, terutama aktifis dakwah, terpaksa menerjemahkan sebagaimana bunyi aslinya atau menukil secara harfiyah. Hal ini dalam bahasa Inggris disebut transliteration. Misalnya; sebagian istilah keagamaan, sepertihal kata ”Al-Quran” misalnya, ia diterjemahkan sebagaimana bunyi aslinya, sehingga berarti “Koran (Inggris) atau Al-Qur`an (Indonesia)” atau kata “jihad” misalnya, atau kata “intifada”, atau terkadang seperti kata “salat” dan zakat. Hal itulah yang kerap dilakukan, karena kata tersebut tidak memiliki padanan kata pada bahasa kedua (terjemahan), atau karena padanan kata tersebut tidak memberikan arti peradaban atau keagamaan yang dimaksud, sehingga pennerjemah terkadang perlu menyertakan definisi kata tersebut secara singkat, tentunya dengan bahasa kedua (tujuan terjemahan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar