Selasa, 26 Oktober 2010

Kiat Menjadi Penerjemah Sukses


Anda Tertarik Dengan (Bidang) Terjemah?
            Safiratul Islam menulis sebuah artikel dengan judul  “Kiat menjadi penerjemah sukses?”. Tulisan tersebut dimuat oleh situs www.imanway.com. Berikut ini kami postingkan di sini untuk para pembaca sekalian, karena artikel ini sangat bermanfaat, terutama bagi mereka yang ingin menjadi seorang penerjemah sukses yang ingin mewujudkan impiannya di masa mendatang. 
Sang penulis memulai tulisannnya dengan ucapan:
“Jika anda tertarik untuk menjadi penerjemah, mungkin anda bisa mengambil langkah-langkah yang singkat padat ini, dimana langkah-langkah ini ditujukan untuk dasar penerjemahan antara bahasa Arab dengan bahasa Inggris. Langkah-langkah ini tidaklah cukup mudah untuk direalisasikan. Namun paling tidak sebagian dari langkah-langkah tersebut harus dipenuhi, setidaknya bagi penerjemah yang sudah kapabel.”
  • Seorang penerjemah harus menguasai kedua bahasa tersebut. Artinya dia telah memiliki kunci-kunci bahasa asal yang akan diterjemahkan dan bahasa tujuan terjemahan. Penguasaan yang dimaksud bukan berarti bahasa tersebut harus bahasa ibu sang penerjemah atau bahasa komunikasinya secara kontinyu dalam kehidupannya sehari-hari di luar negeri. Akan tetapi cukup dengan penguasaannya terhadapa kunci-kunci bahasa tersebut, yang meliputi gaya bahasa dan frase khas yang dimilikinya. Hal itu bisa dicapai dengan belajar, membaca dengan intensif atau dengan (mempraktekkan) metode-metode komunikasi yang lain.
  • Setiap bahasa memiliki karakternya masing-masing. Suatu kata yang sesuai dengan satu bahasa terkadang tidak sesuai dengan bahasa lainnya. Sehingga kita tidak menerjemahkan frase atau gaya bahasa dengan apa adanya, namun menerjemahkan pokok pikiran beserta kandungannya, bukan teks dengan apa adanya.
  • Bacalah naskah, teks atau buku sebelum anda menerjemahkan kalimat per kalimat. Karena arti sebagian kata bisa dipahami dari naskah secara global, atau bisa memiliki arti yang lain yang tidak biasa dengan adanya kalimat tersebut pada naskah tertentu.
  • Tidak boleh menerjemah secara tekstual secara mutlak.
  • Tidak boleh meringkas pembicaraan. Sehingga penerjemah yang sukses ialah yang mentransfer pokok pikiran sekaligus mentransfer gaya bahasa yang khas (maksudnya gaya bahasa dari bahasa tujuan penerjemahan).
  • Menjaga kode etik penerjemahan, meskipun itu berupa cacian atau pemikiran yang bertentangan dengan keyakinan atau kepercayaan penerjemah.
  • Tidak diperkenankan menambah, mengarang, meringkas atau mengubah.
  • Tidak diperkenankan menggunakan bentuk kata plural (jamak) jika kata benda aslinya berbentuk mufrad (tunggal), kecuali pada beberapa kasus yang jarang terjadi.
  • Seharusnya penerjemah tidak mencaci bahasa pertama (bahasa asal) dalam tulisan bahasa tujuan (maksudnya, kita tidak seyogyanya merasa terlena/tenggelam dengan bahasa asal ketika menuliskan naskah terjemahan.
  • Article “the” (dalam bahasa Inggris) tidak bisa disamakan dengan “ال  “ ta’rif dalam bahasa Arab.
  • Memperhatikan bentuk waktu kata kerja dalam kedua bahasa.
  • Boleh menukarkan kata kerja dengan bentuk waktu yang akan datang (mudhari’) dengan yang telah lewat (madhi) dalam bahasa Arab. Terkadang kita bisa menggunakan kata kerja dengan bentuk waktu lampau (fi’il madhi) dengan maksud yang akan datang.
  • Kebanyakan pembicaraan dalam bahasa Inggris berbentuk pasif, sedangkan dalam bahasa Arab sebaliknya. Sehingga dalam bahasa Arab lebih baik menghindari bentuk kalimat pasif, karena kurang disukai
  • Ketika seorang penerjemah merasa bahwa apa yang diterjemahkannya tidak logis/rasional, maka dia harus menyadari kesalahannya. Karena pembicaraan, dalam bahasa manapun, harus logis.
  • Penerjemah harus membaca naskah hasil terjemahannya setelah selesai menerjemah tanpa melihat naskah asli, dan dia harus menjiwai bahasa terjemahan tersebut seakan-akan naskah tersebut ditulis dengan bahasa itu (maksudnya bahasa hasil terjemahan). Hendaknya penerjemah tidak merasa bahwa naskah terjemahannya mirip seratus persen dengan naskah yang tertulis dengan bentuk biasa (seperti halnya sebuah artikel di sebuah majalah misalnya).
Penulis kemudian mengingatkan satu poin penting, yaitu seorang yang peduli dengan kerja dakwah harus memiliki perbendaharaan kosakata linguistik khususnya yang berhubungan dengan agama. Karena setiap bahasa memiliki sejumlah pembagian kosakata. Ada kosakata yang berhubungan dengan ekonomi, politik, agama, ilmiah, sejarah dan lain sebaginya, yang biasanya disebut dalam bahasa Inggris "Jargon”. Pada kesempatan kali ini perhatikanlah dua poin berikut ini:
  • Seorang penerjemah harus memiliki pegangan kamus yang terkait dengan bidang yang diterjemahkannya. Karena kamus bermacam-macam dan bervariasi. Andai saja saya usahakan untuk menyebutkannya mungkin akan membutuhkan berlembar-lembar halaman yang tiada habisnya. Misalnya, kita memiliki kamus fikih yang berisi istilah-istilah keagamaan, seperti “Mu'jamul Fuqaha’”, atau kamus idiom atau perumpamaan, dan lain sebagainya yang jumlahnya sangat banyak.
  • Terkadang penerjemah, terutama aktifis dakwah, terpaksa menerjemahkan sebagaimana bunyi aslinya atau menukil secara harfiyah. Hal ini dalam bahasa Inggris disebut transliteration. Misalnya; sebagian istilah keagamaan, sepertihal kata ”Al-Quran” misalnya, ia diterjemahkan sebagaimana bunyi aslinya, sehingga berarti “Koran (Inggris) atau Al-Qur`an (Indonesia)” atau kata “jihad” misalnya, atau kata “intifada”, atau terkadang seperti kata “salat” dan zakat. Hal itulah yang kerap dilakukan, karena kata tersebut tidak memiliki padanan kata pada bahasa kedua (terjemahan), atau karena padanan kata tersebut tidak memberikan arti peradaban atau keagamaan yang dimaksud, sehingga pennerjemah terkadang perlu menyertakan definisi kata tersebut secara singkat, tentunya dengan bahasa kedua (tujuan terjemahan).

Rabu, 13 Oktober 2010

Tips Menerjemahkan Naskah Bahasa Asing

Oleh: Wira Mandiri Bachrun)*

Menerjemahkan artikel dari bahasa asing ke bahasa Indonesia sesungguhnya adalah pekerjaan yang menyenangkan. Apalagi bila tulisan yang kita terjemahkan tersebut bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Berikut ini ada sedikit tips bagi teman-teman yang ingin mencoba menerjemahkan tulisan dari bahasa asing ke Bahasa Indonesia:
1. Lihat Manfaat atau Tidak
Ini yang pertama dan utama. Lihat dulu tulisan yang akan diterjemahkan itu bermanfaat, tidak bermanfaat, atau malah membahayakan diri kita atau orang lain. Ini penting karena semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah subhanahu wata’ala di akhirat.
Kalau tulisan yang kita terjemahkan adalah tulisan yang positif, kemudian dibaca dan bermanfaat bagi banyak orang, maka kita pun akan dibalas dengan kebaikan.
Kalau tulisan itu dapat membahayakan orang lain -misalnya dapat menyeret mereka kepada perilaku menyimpang- maka tinggalkanlah. Kalau Anda seorang penerjemah yang dibayar oleh pihak tertentu, jangan pernah berpikir “Saya adalah penerjemah profesional yang dibayar untuk menerjemahkan apa saja.” Idealislah, karena kalau ada orang yang berperilaku menyimpang gara-gara Anda, maka Anda berdosa karena telah ikut serta menjerumuskan mereka.
Dan yang kalau naskah Anda terjemahkan tidak ada manfaatnya sama sekali, maka tinggalkan saja. Waktu kita di dunia sangat berharga, jangan digunakan untuk perkara yang sia-sia.
2. Pahami Globalnya
Memahami naskah secara global sangat penting dalam menerjemahkan. Dari sini kita bisa tahu alur naskah dan apa pesan inti yang ingin disampaikan penulis. Lebih dari itu, dengan memahami alur global sebuah naskah, kita bisa melakukan partisi naskah (lihat point keempat) sehingga menerjemahkan menjadi lebih mudah.
3. Tandai dan Terjemahkan Kata-Kata Sulit
Walaupun bisa dikatakan bahwa menerjemah adalah sebuah pekerjaan seni yang banyak menggunakan perasaan, bukan berarti aktivitas ini tidak memiliki tahapan. Setelah memahami naskah secara global, tandai kata-kata yang sulit dalam naskah, kemudian catat dalam sebuah buku, lalu cari artinya di kamus atau referensi lainnya. Bisa saja coret-coretan ini Anda lakukan di naskah asli, tapi kalau saya sendiri sayang sama buku aslinya kalau harus dicoret-coret.
4. Terjemahkan Mulai Bagian yang Termudah
Kerja menerjemahkan adalah kerja dengan tingkat kebosanan yang sangat tinggi. Apalagi naskah yang diterjemahkan cukup panjang. Oleh karena itu kerjakanlah mulai dari bagian yang termudah, kemudian agak sulit sedikit, lalu yang terakhir yang benar-benar sulit. Dengan demikian kita akan semakin terpacu untuk menyelesaikan terjemahan. Apabila bagian yang sulit kita kerjakan terlebih dahulu, kebosanan akan lebih mudah menyerang kita.
5. Ingat, Terjemahan adalah Transfer Makna bukan Transfer Tata Bahasa
Ini yang sering kali dilupakan oleh para penerjemah, terutama penerjemah naskah dari Bahasa Arab. Menerjemahkan adalah pekerjaan mentransfer informasi dari bahasa asing ke bahasa kita, bukan sekedar mengganti kata asing menjadi kata dalam bahasa Indonesia. Seringkali kita dapatkan ketidaknyamanan ketika membaca naskah terjemahan karena si penerjemah masih mengadopsi gaya bahasa asing dari naskah yang dia terjemahkan.
Sebagai contoh, di dalam bahasa Arab pola yang dipergunakan adalah kata kerja – subyek, berbeda dengan bahasa Indonesia yang mendahulukan subyek daripada kata kerjanya. Kalimat dalam bahasa Arab “Qoola Rasulullah” akan lebih nyaman di telinga kita bila diartikan “Rasulullah bersabda” daripada “Bersabda Rasulullah”.
Ini beberapa tips yang mungkin bisa menambah khazanah kita dalam menerjemahkan naskah-naskah asing. Mungkin masih banyak lagi kiat-kiat yang dapat mempermudah pekerjaan menerjemah yang bisa kita bahas di lain waktu.
Sebagai penutup, satu hal yang harus diingat oleh rekan-rekan penerjemah, pekerjaan menerjemahkan adalah pekerjaan mulia. Kalimat ini harus sering diulang untuk memotivasi diri kita. Karena tidak semua orang bisa berbahasa asing dengan baik, maka di sinilah peran penerjemah untuk mentransfer ilmu yang bermanfaat dengan amanah dan nyaman untuk dipahami. Jadi, teruslah berkarya dengan menerjemahkan ilmu, semoga saudara-saudara kita yang lain bisa mengambil manfaat dari karya-karya terjemahan kita.
Wallahu a’lam bisshawwab.
)* Penulis adalah editor di Penerbit Al Husna Jogjakarta, sekarang berdomisili di Sleman, DIY.

Kamis, 09 September 2010

القومى للترجمة يعيد نشر رواية "القصر" لكافكا


الثلاثاء، 7 سبتمبر 2010 - 11:22
غلاف رواية القصر غلاف رواية القصر
كتب وجدى الكومى


أعاد المركز القومى للترجمة نشر الترجمة العربية لرواية "القصر" للروائى الألمانى الشهير فرانز كافكا، التى قام بترجمتها الدكتور مصطفى ماهر أستاذ اللغة الألمانية بجامعة عين شمس، وذلك عن سلسلة ميراث الترجمة التى تهتم بإعادة نشر الترجمات المتميزة.
وكانت الطبعة الأولى من هذه الترجمة قد صدرت فى العام 1971 عن الهيئة المصرية العامة للكتاب.
وفرانز كافكا (3 يوليو 1883 - 3 يونيو 1924) كاتب تشيكى يهودى، كتب بالألمانية، وهو رائد الكتابة الكابوسية، يعد أحد أفضل أدباء الألمانية فى فن الرواية والقصة القصيرة.
تعلم كافكا الكيمياء والحقوق والأدب فى الجامعة الألمانية فى براغ (1901)، ولد لعائلة يهودية متحررة، وخلال حياته تقرب من اليهودية، تعلم العبرية لدى معلمة خصوصية، عمل موظفاً فى شركة تأمين حوادث العمل، أمضى وقت فراغه فى الكتابة الأدبية التى رأى بها هدف وجوهر حياته، القليل من كتاباته نشرت خلال حياته، معظمها - يشمل رواياته العظمى (الحكم) و(الغائب) التى لم ينهها- نشرت بعد موته، على يد صديقه المقرب ماكس برود، الذى لم يستجب لطلب كافكا بإبادة كل كتاباته، وتتضمن الطبعة التى أصدرها المركز القومى للترجمة من رواية "القصر" مقدمة قصيرة حول كافكا وأعماله وموقعها فى الأدب العالمى المعاصر كما يفرد المترجم بضع صفحات لتناول رواية "القصر" فى سياق مجمل أعمال كافكا التى نشرت غالبيتها بعد وفاته.
ويشير ماهر إلى أن "القصر" ظهرت لأول مرة فى العام 1926 وتوالت طبعاتها وأضيفت لها مع كل طبعة فقرات جديدة لم تكن معروفة من قبل وحسب المترجم فلا تزال الشكوك قائمة حول الصورة التى ينبغى أن تكون عليها الرواية وأن كان من المستبعد أن يكون النص قد ناله التحريف.
والمعروف أن هذه الرواية كتبت بين عامى 1921 و1922 وقد كتبها كافكا فى مرحلة وصل فى تأملاته الذاتية إلى أنه أفسد حياته وأضنى بدنه ولم يصل إلى شىء حسبما سجل فى يومياته، والشائع أن الرواية فيها الكثير من تفاصيل عاشها كافكا فى حياته.
ويكشف مصطفى ماهر فى المقدمة الكثير من الجدل الذى دار بين نقاد العالم بشأن رواية "القصر"، فهناك من ذهب إلى انها عمل فنى لا يقصد إلى شىء آخر سوى الفن، ولهذا لا محل فيها للأفكار الفلسفية وفيها ابتكر كافكا الأسلوب الذى يحول الأحلام إلى كلام ومن الأفضل للقارئ أن يفهمها باعتبارها جملة من الأحلام لكن هناك من النقاد من اعتبر أن الرواية شأن بقية أعمال صاحبها تبين حدود التفكير الإنسانى، بينما اهتم آخرون بإبراز عناصر النقد الاجتماعى فى الرواية من خلال تحليل نموذج البطل "ك" داخل الرواية ويرى مصطفى ماهر أن "ك" رمز اتخذه كافكا ليعبر عن مقومات الحياة وأن كان يعتقد ان النص الروائى ذاته قابل لتأويلات أخرى، مصدرها تعقد عالم كافكا ذاته والتى رفض كافكا أن يحدد فيها طرق النجاة وآثر دائما أن يلقى الأسئلة بدلاً من تقديم إجابات.
والمعروف أن أعمال معظم كافكا ترجمت إلى العربية وأبرزها "المحاكمة/ مستوطنة العقاب/ طبيب قروى وقصص أخرى"، وكانت كتابات كافكا قد تعرضت للحرق على يد النظام النازى إبان حكم هتلر، وتعرضت مؤلفاته إجمالاً لموقفين متناقضين من الدول الشيوعية فى القرن الماضى، بدأت بالمنع والمصادرة وانتهت بالترحيب والدعم.
http://www.youm7.com/News.asp?NewsID=275088&SecID=94 

Kamis, 12 Agustus 2010

Memahami Dualitas Kehidupan


Memahami Dualitas Kehidupan
Judul buku: Alquran Dalam Keseimbangan Alam dan Kehidupan
Penulis: Dr Ir Ahmad Khalid Allam, dkk
Penerjemah: Abd Rohim Mukti, Lc M.M.
Penerbit: Gema Insani Press
Cetakan: I, Agustus 2005
Salah satu fenomena paling menarik dalam kehidupan ini adalah adanya dualitas (berpasang-pasangan). Ada kehidupan, ada kematian. Ada laki-laki, ada perempuan. Ada kaya, ada miskin. Ada bumi, ada langit. Ada malam, ada siang. Semua itu berjalan selaras, dan seimbang.
Bahkan seorang Albert Einstein, ilmuwan terbesar di abad ke-20 pun pernah menyatakan kekagumannya tentang keseimbangan kehidupan. Keteraturan yang sangat presisi, menata gerak setiap partikel alam ini dalam harmoni. Bayangkan, kalau sekali waktu saja, bumi tidak berotasi sebagaimana mestinya, niscaya dunia ini akan hancur binasa.
Buku ini menjelaskan bahwa fenomena dualitas kehidupan sengaja diciptakan oleh Allah SWT agar manusia dapat memikirkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Alquran mengungkap fakta-fakta keselarasan itu dengan jelas, sehingga kita dapat melihat fenomena alam dan kehidupan dalam keseimbangan. Seperti firman Allah dalam Alquran, ''Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.'' (QS Adz-Dzaariyaat [51]: 49)
Para penulis menegaskan bahwa dualitas merupakan hukum alam yang tampak manifestasinya pada setiap sisi alam yang ada di sekitar kita. Di antaranya ada yang kita pahami dan ada pula yang belum kita pahami. Buku yang ditulis oleh para pakar di bidang ilmu pengetahuan dan keislaman ini berusaha memaparkan secara ilmiah, mengenai dualitas kehidupan. Baik dari sisi manusia, alam, sosial maupun ayat-ayat Alquran.
Penulis membagi bukunya menjadi tujuh bab, yakni dualitas pembagunan (bagian satu), dualitas pembangunan (bagian dua), serta dualitas makhluk hidup: tumbuhan dan hewan. Selain itu, dualitas segi-segi manusia, dualitas segi-segi sosial, dualitas alam, dan dualitas ayat-ayat Alquran.
Untuk memperkuat pembahasannya, penulis melengkapi buku ini dengan ilustrasi berupa gambar, foto, maupun sketsa tentang kota, tumbuhan, hewan, manusia, kendaraan dan sebagainya.
Membaca buku ini akan memudahkan kita memahami dualitas kehidupan. Kita pun dapat melihat fenomena alam dan kehidupan dalam keseimbangan
(ika )
Republika, Jumat. 04 Agustus 2006.

Jumat, 30 Juli 2010

KAJIAN TEORI TERJEMAH

KAJIAN TEORI TERJEMAH Dec 2, '08 7:27 AM
for everyone

A. KAJIAN TEORI

1. Pengertian Terjemah

Kata terjemah berasal dari bahasa Arab, yaitu tarjama (ترجم), yutarjimu (يترجم), dan tarjamatan (ترجمة) (Louis Mal'uf, 1986: 60). Adapun padanannya dalam bahasa Inggris adalah translation yang berasal dari kata kerja translate. Menurut Az-Zarqoni dalam Ainin (2003: 54), secara etimologis kata terjamah digunakan untuk mengacu pada empat makna. Pertama, berarti menyampaikan pembicaraan kepada orang lain yang pembicaraan tersebut tidak sampai kepadanya. Kedua, berarti menafsirkan pembicaraan dengan bahasa yang sama dengan bahasa pembicaraan itu. Ketiga, berarti menafsirkan pembicaraan dengan bahasa bukan bahasa pembicaraan, dan yang Keempat, berarti proses pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Perlu dibedakan pula antara kata penerjemahan dan terjemahan sebagai padanan dari translation. Kata penerjemahan mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan kata terjemahan artinya hasil dari suatu terjemahan (M. Rudolf Nababan, 2003: 18). Hal ini sesuai dengan uaraian Katefurid (1991: 33) sebagimana berikut: الترجمة: أن يستبدل بمحتويات نص في لغة (لم) ما يقابلها من محتويات نص في لغة أخرى (له).

Rochayah Machalli (1993: 4) mendefinisikan penerjemahan "the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)" penggantian materi teks dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi teks yang setara (ekuivalen) dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Hal senada juga dikemukakan oleh Al-'Azaby sebagai berikut: penggantian materi teks suatu bahasa (bahasa sumber) dengan materi teks yang setara dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Kedua definisi ini menekankan bahwa dalam penerjemahan terdapat penggantian materi baik materi bahasa yang berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat maupun makna dalam teks bahasa sumber dengan materi yang setera dalam bahasa sasaran. Begitupula disebutkan oleh Akram Mukmin (2000: 7) الترجمة هي فن نقل الكلام من لغة إلى لغة أخرى.

Namun lebih jelasnya lagi, Newmark (1993: 4) memberikan definisi serupa "rendering the meaning of a texs into another language in the way that the author intended the text", yaitu menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang. Definisi ini hampir sama dengan yang dikemukakan As'ad M. Hakim (1989: 75) bahwa penerjemahan adalah upaya mengganti teks dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan tetap menjaga keutuhan makna.

Dalam bukunya Approuches to Translation, Newmark Peter (1981) menulis bahwa Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written massage and or statement in one language by the same message and or statament in another language.

Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut: "Penerjemahan adalah suatu kiat yang merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dengan bahasa lain".

Ada dua hal yang bisa diperbincangkan dalam definisi ini. Pertama, Newmark memandang penerjemahan (translation) menyangkut teks tertulis. Ada kemungkinan ini dimaksudkan untuk membedakan dengan interpretation untuk penerjemahan lisan. Yang kedua, pakar penerjemahan ini tidak menggunakan istilah ekuivalen atau padanan, tetap ia memakai istilah yang sama dalam bahasa lain. Tetapi secara luas, terjemah dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan (message) – baik verbal maupun non verbal – dari informasi asal atau informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target information) (Suhendra Yusuf, 1994: 8).


2. Proses Penerjemahan

Pengalihan amanat dan pengungkapan dalam bahasa sasaranb dengan mempertimbangkan gaya bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap proses penerjemahan. Proses penerjemahan perlu dipahami oleh para calon penerjemah agar mereka dapat menentukan langkah-langkah penting dalam melakukan tugasnya.

Proses ialah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja. Proses penerjemahan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Proses penerjemahan dapat pula diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan. Oleh karena itu, dalam melakukan suatu kegiatan menjermahkan diperlukan kehati-hatian karena kesalahan dalam satu tahap akan menimbulkan kesalahan dalam tahap lainnya. Apabila hal yang seperti itu terjadi, terjemahan yang dihasilkan akan mengandung kesalahan-kesalahan (M. Rudolf Nababan, 2003: 25).

Dr. Ronald H. Bathgate, dalam karangannya yang berjudul "A Survey of Translation Theory", mengungkapkan tujuh unsur, langkah atau bagian integral dari proses penerjemahan sebagai berikut ini: 1. Tuning (Penjajagan), 2. Analysis (Penguraian), 3. Understanding (Pemahaman), 4. Terminology (Peristilahan), 5. Restructuring (Perakitan), 6. Checking (Pengecekan) dan 7. Discussion (Pembicaraan) (A. Widyamartaya, 1989: 15). Sedangkan menurut Ibnu Burdah (2004: 29), menyebutkan bahwa secara garis besar, ada sedikitnya tiga tahapan kerja dalam proses menerjemah, yaitu: a. Penyelaman pesan naskah sumber yang khendak diterjemah, b. Penuangan pesan naskah sumber ke dalam bahasa sasaran dan c. Proses editing.

Jadi sebagaimana menurut Langgeng Budianto (2005: 4) penerjemah dapat menghasilkan suatu terjemahan bagus dan efektif apabila dalam penyampaian intensi penulis merupakan tujuan setiap proses penerjemahan. Keefektifan terjemahan ditentuakan oleh tiga faktor: 1. Derajat pengetahuan penerjemah, 2. Derajat pencapaian tujuan penerjemahan, dan 3. Derajat kepuasan penerjemah.



3. Klasifikasi Terjemah

Terjemahan dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis. Apabila dilihat dari tujuan penerjemahan, Brislin (dalam Emzir, 1999: 4) menggolongkan terjemahan ke dalam empat jenis, yaitu:

a. Terjemahan Pragmatis, yaitu terjemahan yang mementingkan ketepatan atau akurasi informasi.

b. Terjemahan Astetis-Puitis, yaitu terjemahan yang mementingkan dampak efektif, emosi dan nilai rasa dari satu versi bahasa yang orisinal.

c. Terjemahan Etnografis, yaitu terjemahan yang bertujuan menjelaskan konteks budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran.

d. Terjemahan Linguistik, yaitu terjemahan yang mementingkan kesetaraan arti dari unsur-unsur morfem dan bentuk gramatikal dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran.

Dilihat dari jauh dekatnya terjemahan dari bahasa sumber dan bahasa sasaran, terjemah dapat diklasifikasikan ke dalam jenis. Kedelapan jenis terjemahan tersebut dapat dikategorisasikan dalam dua bagian besar. Pertama, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sumber, dalam hal ini penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual penulis, meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantik yakni hambatan bentuk dan makna. Kedua, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sasaran. Dalam hal ini penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan oleh penulis asli terhadap pembaca versi bahasa sasaran (Choliludin, 2005: 205).

a. Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber:

1) Terjemahan kata demi kata (word for word translation). Penerjemahan jenis ini dianggap yang paling dekat dengan bahasa sumber. Urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna dasarnya diluar konteks. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan secara harfiah. Terjemahan kata demi kata berguna untuk memahami mekanisme bahasa sumber atau untuk menafsirkan teks yang sulit sebagai proses awal penerjemahan. Contoh: رجعت زهبر إلى بيتها أمس . Apabila kalimat tersebut diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Indonesia, maka hasilnya adalah telah kembali Zuhairah ke rumahnya kemarin. Terjemahan ini terkesan kaku dan tidak sesuai dengan sistem kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Hasil terjemahan yang lebih tepat ialah Zuhairah kembali ke rumahnya kemarin.

2) Terjemahan Harfiah (literal translation) atau sering juga disebut terjemahan struktural. Dalam terjemahan ini konstruksi gramatikal bahasa sumber dikonversikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks. Sebagaimana proses penerjemahan awal terjemah harfiah ini dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi. Contoh: طويل النجاد رفيع العماد كثبر الرماد. Ia adalah orang yang panjang sarung pedangnya, tiangnya tinggi dan banyak abu dapurnya.

3) Terjemahan setia (faithful translation). Terjemahan ini mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Ia berpengang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber sehingga terkesan kaku. Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Sebagai contoh: طويل النجاد رفيع العماد كثير الرماد. Apabila pasemon (kinayah) ini diterjemahkan dengan terjemahan setia, maka hasil terjemahannya "ia adalah orang yang pemberani karena ia memiliki sarung pedang yang panjang, ia adalah seorang yang kaya atau berkedudukan yang tinggi karena tiang rumahnya yang tinggi, ia adalah seorang yang pemurah karena banyak abunya". Dari terjemahan ini terlihat bahwa penerjemah berusaha untuk tetap setia pada bahasa sumber, meskipun sudah tertlihat ada upaya untuk mereproduksi makna kontekstual. Kesetian tersebut tampak pada adanya upaya untuk tetap mempertahankan uangkapan metaforis yang tersurat dalam teks asli misalnya ungkapan sarung padangnya yang panjang, tiang tertinggi, dan banyak adanya.

4) Terjamahan semantis (semantic teranslation). Berbeda dengan terjemahan setia. Terjemahan semantis lebih memperhitungkan unsur estetika teks bahasa sumber, sdan kreatif dalam batas kewajaran. Selain itu terjemahan setia sifatnya masih terkait dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel. Apabila ungkapan pasemon (kinayah) di atas terjemahan secara semantis, maka hasil terjemahnanya adalah 'dia laki-laki adalah seorang pemberani, terhormat dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya, dan seorang dwermawan' (Murtdho, 1999).

b. Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran:

1) Terjemahan adaptasi (adaptation). Terjemahan inilah yang dianggap paling bebas dan palingdekat kebahasaan sasaran. Terutama untuk jenis terjemahan drama dan puisi, tema, karakter dan alur biasanya dipertahankan. Dalam karangan ilmiah logikanya diutamakan, sedangkan contok dikurangi atau ditiadakan.

2) Terjemahan bebas (free trantation). Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa melihat tanpa aslinya. Biasanya merupakan parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari aslinya.

3) Terjemahan idiomatiuk (idiomatic translation). Dalam terjemahan jenis ini pesan bvahasa sumber disampaikan kembali tetapi ada penyimpangan nuansa makan karena mengutamakan kosa kata sehari-hari dan idiom dan tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran.

4) Terjemahan komunikatif (communicative translation). Terjermahan ini berusaha menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isiu dan bahasanya berterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran. Terjemahan ini biasanya dianggap terjemahan yang ideal.



4. Makna dan Terjemah

Istilah makna mengacu pada pengertian yang sangat luas. Ullmann menyatakan bahwa makna adalah salah satu dari istilah yang paling kabur dan kontroversial dalam teori bahasa. Ogden dan Richard dalam bukunya The Meaning of Meaning (1923) mendaftar enam belas rumusan pengertian makna yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya (Frans Sayogie, 2005: 108). Dalam hal ini Ullmann mengemukakan bahwa ada dua aliran dalam linguistik pada masa kini, yaitu pendekatan analitik dan referensial yang mencari esensi makna dengan cara memisah-misahnyaknya menjadi kompenen-komponen utama. Yang kedua, pendekatan rasional yang mempelajari kata dalam operasinya, yang kurang memperhatikan persoalan apakah makna itu, tetapi lebih tertarik pada persoalan bagaimana kata itu bekerja.

Makna dan terjemah mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut Newmark (1991: 27) menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu unit linguistik dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Yang perlu dicermati adalah di dalam sebuah wacana terdapat lebih dari satu macam makna. Oleh sebab itu Menurut Suryawinata (1989: 21-22) ada lima macam makna, yaitu makna leksikal, gramatikal, tekstual, kontekstual atau situasional, dan makna sosiokultural.

Disisi lain, istilah makna, maksud dan informasi ini sering dipertukarkan begitu saja, padahal satu sama lainnya sangatlah berbeda. Makna adalah isi semantis sebuah unsur bahasa, fenomena yang berada di dalam bahasa itu sendiri (internal phenomenon), sementara maksud adalah fenomena yang berada pada pemakai bahasa itu sendiri. Sedangkan informasi adalah sesuatu yang berada di luar bahasa (external phenomenon), yakni sesuatu (obyek) yang dibicarakannya. Apabila makna bersifat linguistik, maka maksud itu bersifat subjektif dan informasi bersifat objektif. Kita mengetahui bahwa makna frase kurang pandai itu antara bodoh tetapi tidak akan tahu apa maksud seseorang apabila dalam satu situasi orang itu berkata, Ah, kau ini kurang pandai rupanya! Dan juga tidak akan dapat menangkap informasi apa yang ia sampaikan jika saja tidak dapat menghubungkan kalimat itu dengan konteks keadannya (Suhendra Yusuf, 1994:104).

Larson (1984: 26) yang membicarakan makna dalam penerjemahan, mengemukakan bahwa untuk melihat bentu dan makna ialah dengan memikirkannya sebagai struktur lahir, yang mencakup struktur leksikal, gramatikal, dan fonologis. Struktur batin yang merupakan makna semantis yang tidak tersusun sama seperti struktur lahir. Struktur lahir berkaitan dengan informasi eksplisit yang memberikan informasi yang diungkapkan secara jelas dengan unsur leksikal dan bentuk gramatikal. Sedangkan unsur batin berkaitan dengan informasi implisit yang tidak memiliki bentuk, tetapi merupakan bagian dari keseluruhan informasi yang dimaksudkan oleh penulis dalam teks bahasa sumber.

Dalam hal ini, seorang penerjemah dihadapkan pada pelbagai masalah. Menurut Savory (dalam Soemarno, 1983) kesulitan dalam penerjamahan dapat bersumber pada jenis dan bahasa yang diterjemahkan. Savory mengkategorikan naskah terjemahan sebagai berikut: 1. Teks yang bersifat informatif, 2. Teks yang berisi cerita, 3. Teks yang bernuansa karya-karya sastra dan 4. Teks yang berisi ilmu pengetahuan dan teknik.
http://drmiftahulhudauin.multiply.com/journal/item/14

translation: Definition, Synonyms from Answers.com

translation: Definition, Synonyms from Answers.com